Oleh:
Fidri Yuliyana,A.Md ( Fidri Candlelight )
Ku Tunggu Kau Di Terminal Ini
Aku tak pernah menyangka ini semua terjadi pada kehidupan
cintaku. Kesetianku dibalas dengan pengkhianatan yang tidak bisa aku terima.
Apakah ini balasannya ? Apa arti dari kesetiaanku selama ini, menunggu tanpa
pasti. Ini berawal dari dia pergi merantau.
Aku bernama Uli, aku adalah gadis desa yang dibesarkan
dikeluarga yang sederhana. Aku mempunyi pacar yang bernama Rama dari keluarga
yang sederhana juga, kami menjalin hubungan dari semenjak SMA, kami selalu bersama.
Setelah masa SMA berakhir kami dipisahkan oleh keadaan. Rama harus pergi
meninggalkanku untuk sementara pergi merantau. Kehidupan ekonomi yang pas-pasan
membuat dia harus pergi meninggalkanku disini sendirian dengan rasa sepi
menyelimuti.
“ Uli...aku pergi hanya untuk sementara.”
“Aku tidak tau apa aku bisa melepaskanmu pergi.”
“Aku janji aku akan pulang meminangmu, tunggu aku
disini.”
“Aku akan menunggumu.”
“Terminal ini saksinya.”
“Kamu mau pergi kemana?”
“Untuk sementara aku pergi ke Jakarata dulu ada sahabatku
disana, kemarin aku sudah menulis surat. Aku juga sudah bilang kalau aku mau
pergi kesana.”
“Hati-hati, aku menunggumu disini. Diterminal ini. Kalau
sudah sampai disana kabari aku dengan surat.”
“Iya...”
Sejak itu Rama pergi meninggalkanku. Berhari- hari aku
menunggu kabarnya, suratpun tak ada dikirim. Aku cemas apakah Rama baik-baik
saja ataukah, beribu fikiran negatif mengahantui ku. Sebulan sudah aku menanti
surat dari Rama. Akhirnya Rama mengirimkan surat padaku.
“Kepada adinda
Uli....
Aku sudah tiba dijakarta, maafkan
aku sudah terlalu lama tidak memberitahukan keberadaanku, aku baru sempat
menulis surat untukmu, karena aku masih dalam perjalanan mencari rumah temanku,
diterminal aku dicopet sehingga alamat temankupun hilang. Sekarang aku tinggal
di sebuah mesjid bersama pengurus mesjid. Alhamdulillah aku ditolong oleh orang
baik dan membawaku ke mesjid ini. Maafkan aku telah membuatmu cemas.
Kni
aku harus berjuang mencari alamat yang aku cari. Do’a kan aku semoga aku diberi
kekuatan dan ketabahan menghadapi cobaan ini. Hanya ini yang bisa aku tulis
untukmu.... aku harap kamu bisa mengerti posisiku.
Salam sayang untuk
Adinda Uli.....
Aku selalu berdoa untuk Kamu disana, agar cepat menemukan
alamat temanmu. Akupun membalas surat dari Rama dan ku kirim ke mesjid tersebut
seminggu setelah surat Rama aku baca.
Setahun
sudah berlalu, puluhan surat aku kirimkan tak satupun rama balas. Aku ingin
menyusul dan mencari Rama di Jakarta, tapi aku tidak mendapatkan izin dari
Orangtuaku. Saudarapun disana tak ada, Jakarta itu luas kota metropolitan. Aku
Tak kan sanggup untuk mencari disana. Hanya satu yang ku ingat agar aku selalu
tenang dan percaya dengan Rama, sebelum dia pergi dia mengatakan bahwa dia akan
pulang dan akan meminangku.
Setelah
tamat Sma aku mencari pekerjaan, aku mendapatkan pekerjaan di dekat terminal,
pekerjaanku adalah penjaga toko bangunan. Aku sengaja mencari lowongan didekat
terminal, karena aku tau kalau Rama akan pulang dan akan turun di terminal ini.
Setiap Hari aku selalu menunggu Rama di terminal ini, suratpun tak ada. Hingga
suatu ketika Ibuku berkata.
“
Uli... kamu sudah besar, dan sudah punya pekerjaan meskipun gajinya hanya bisa
menghidupimu sendiri. Ibu senang karena ibu hanya memikirkan adikmu saja yang
masih sekolah. Uli apakah tidak ada di fikiranmu untuk segera menikah.”
“
Aku menunggu Rama pulang bu.”
“
Sampai kapan kamu menunggu dia? Dia tidak pernah memberikan kabar kepadamu. aPakah
dia disana masih mengingatmu nak. Ibu hanya merasa iba terhadap kamu. Jika kamu
Mau, Rofik anak Pak Andi ingin meminangmu sesegera mungkin.”
“Ibu
berikan aku waktu untuk semua ini, aku masih menunggu Rama, Rama akan pulang
Bu. Dia sudah berjanji kepadaku akan meminangku setelah pulang nanti. Kalau aku
menerima pinangan dari Rofik Rama akan kecewa Bu.”
“Semua terserah
padamu, Ibu hanya memberikan saran yang terbaik. Jika kamu tidak menerima
pinangan Rofik tidak apa-apa, nanti Ibu yang akan bicara kepada Pak Andi.”
“
Terimakasih Ibu telah memahami perasaanku.”
“
Hanya satu pesan Ibu, jangan pernah kamu menyesal dengan keputusanmu. Menunggu
yang tak pasti itu menyakitkan.”
“Iya
Bu. ..”
Tiga
Tahun sudah berlalu kepergian Rama, aku terus menunggunya. Tak henti-hentinya
aku memikirkannya. Surat yang aku kirim tidak pernah ada balasannya. Aku merana
dibuatnya, di terminal aku selalu melihat Bus yang dari Jakarta, tapi Rama tak
pernah ada. Hingga aku hampir lelah untuk menunggunya. Aku kasihan dengan Ibu.
Adikku juga sudah besar dan sudah bisa untuk menikah, tapi karena aku adikku
tidak bisa menikah.
Pada
hari minggu pagi Bus Jakarta masuk
Terminal, jantungku berdetak kencang. Tapi aku menepis itu semua Rama tidak
mungkin di dalam bus itu. Aku berlalu dari Terminal menuju Rumah aku lupa kalau
hari minggu Toko tutup. Angin apa yang membawaku ke terminal ini. Akhirnya aku
sampai dirumah. Tidak berapa lama pintu rumah diketuk.
Tok...tok...tok....
“Assalamualaikum...”
“Waalaikumsalam..”
“Ani...ada
apa?” Tanyaku setelah membuka pintu.
“
Kak Uli, Kak Rama pulang”
“Benarkah?”
“Iya...
sekarang dia sudah menuju kerumah. Mungkin sudah sampai dirumah, aku
cepat-cepat beritahu kak Uli.”
“Aku
siap-siap dulu.”
“Iya
Kak.”
Aku
pergi kerumah Rama bersama adiknya Ani. Aku bahagia, aku tak sabar ingin
bertemu Rama. Memeluknya dan melihat senyumannya lagi. Ketika aku tiba dirumah
Rama, di dalam Rumahnya aku melihat seorang perempuan yang tidak aku kenal
bersama anak kecil kira-kira berumur satu tahun duduk disamping Rama. Ketika
itu aku mendengar Wanita itu memanggil Rama dengan sebutan Ayah.
“Ayah....
Aila ngompol, pegangin dulu Bunda ambil celananya.”
Aku
yang mendengar itu sontak pergi meninggalkan rumah Rama dengan bercucuran air
mata tanpa mendapatkan kepastian dari Rama.
“Kak
Uli...” Panggil Ani ketika aku berlari pergi.
Rama
tersentak mendengar namaku. Aku tak tau lagi apa yang terjadi disana. Aku
menangis tak keluar kamar seharian. Sebelum senja menjelang aku pergi ke
Terminal sendirian, kebetulan terminal hari itu sepi karena bus-bus baru saja
berangkat. Tiba-tiba saja Rama duduk disebelahku.
“
Maafkan aku Uli...”
“.......”
Aku hanya diam sambil menangis tersedu-sedu.
“
Aku tidak bermaksud membuatmu kecewa.”
“Sudah
terlanjur...”
“Maafkan
aku.”
“Kenapa
kamu begitu tega terhadapku? Apa salah aku? Aku disini menunggumu, setia pada
janji kita. Di terminal ini kita pernah berjanji sebelum kamu pergi tiga tahun
lalu.”
“Ceritanya
panjang.”
“Kenapa
Rama kamu tega kepadaku?? Tak memberi kabar dan penjelasan hubungan kita. Aku
disini menunggumu, ternyata kamu disana telah bersama orang lain. Betapa
bodohnya aku.”
“Aku
minta maaf.... aku menyangka kamu sudah dijodohkan dengan orang lain, waktu itu
aku mendengar kalau Rofik melamar kamu. Aku kecewa dan aku hancur. Ketika itu
Sinta datang menghiburku, dia selalu ada untukku, dia menemaniku dan
memberikanku semangat.”
“Kenapa
kamu tidak menanyakan hal itu kepadaku? Kenapa kamu mengambil kesimpulan
sendiri....bahkan aku selalu mengirimkan kamu surat, aku selalu bercerita
semuanya di dalam surat itu.”
“Surat??
Aku tidak pernah menerima surat dari kamu, aku menyangka kamu sudah tidak
meincintaiku.”
“Aku
mengirimkan surat ke alamat mesjid, ketika kamu menulis surat pertama dan
terakhir kalinya untukku.”
“Seminggu
setelah aku mengirim surat kepadamu, aku berjumpa dengan sahabatku itu, dan aku
tinggal disana. Jadi suratmu tidak sampai padaku.”
“Kenapa
kamu tidak memberitahukan aku???” Pekikku.
“Maafkan
aku..”
“Aku
benci kamu Rama... kamu tidak tau apa yang terjadi kepadaku, aku sengaja
menolak lamaran Rofik, karena aku ingat janjimu untuk meminangku setelah pulang
nanti. Aku setia disini, aku korbankan perasaaan keluargaku demi kamu, tapi
balasanmu ini hanya kekecewaan yang kau berikan padaku. Kenapa kamu tidak
memberitahukan aku tentang pernikahanmu??? Agar aku tidak terlalu sakit untuk
menerima kepahitan ini.”
“Maafkan
aku.. sekarang apa yang harus aku perbuat??? “
“Luka
yang ada dihatiku sulit untuk disembuhkan. Coba kamu bayangkan jika kamu di
posisi aku apakah kamu bisa memaafkan orang yang telah mengkhianati kamu???
Sementara kamu setia disini menunggunya?”
“....”
Rama terdiam.
“Aku
sakit.... aku hancur.. kenapa kamu lebih memilih wanita itu dari pada aku yang menunggumu
disini? Kenapa kamu tidak memberi kabar? Kenapa kamu tidak menanyakan lamaran
aku dan Rofik? Kenapa kamu memutuskan secepat itu kalau aku menerima lamaran
Rofik.”
“A...Ku
salah...”
“Biarkan
aku sendiri disini menyembuhkan luka dihatiku.”
“A...Ku
sayang kamu”
“Pergi........
dan jangan pernah temui aku lagi. Simpan semua rasa sayangmu kepadaku.”
Rama
Akhirnya pergi, aku sendirian diterminal. Aku sangat kecewa dengan semua ini.
Aku merasa bersalah pada Ibu, karena Ibu sudah mengingatkan aku pada hal ini.
Apakah kesetiaan itu selalu dibalas dengan pengkhianatan? Atau kah ini semua
salah paham atau sudah kehendak dari Allah.
Tiba-tiba
aku dihampiri oleh seorang lelaki yang baru saja turun dari Bus. Pakaiannya
Rapi, kulit putih dan tampak gagah sekali. Dia menghampiriku dan sembari
bertanya.
“Maaf...
aku mencari alamat ini. Apakah anda tau?”
Aku
melihat alamat yang ditunjukkan kepadaku.” Ini dekat dengan desa saya. Anda ada
perlu apa disana?”
“Saya
ada penelitian di sana. Saya mahasiswa S2 di Bandung. Boleh antarkan saya
kesana?”
“Mari
saya antar. Kita jalan kaki saja, karena tak berapa jauh dari sini” Tiba-tiba
kesedihanku hilang begitu saja.
“
Terimakasih, kalau boleh saya tau namanya siapa?”
“Uli.”
“Saya
Anton, sedang apa kamu di terminal? Menunggu seseorang?”
“Tidak....
melepas lelah saja.”
“Tidak
mungkin...”
Aku
berhenti sejenak, menandakan aku tidak suka Anton bertanya terlalu banyak.
“
Maafkan Aku...” Jawab Anton
Sejak
pertemuan aku dengan Anton, aku jadi sering bertemu dengan Anton. Rama dan Istrinya
sudah kembali ke Jakarta. Tapi luka ku masih belum bisa disembuhkan. Aku masih
sakit hati dan kecewa.
Dua
bulan Anton menetap di desaku, dia sudah seperti teman bagiku. Ketika itu Anton
akan pergi untuk menyelesaikan kuliahnya dan akan diwisuda. Anton mengajakku ke
terminal.
“
Uli... disini kita bertemu, disini juga kita akan berpisah, aku tak kan pernah
melupakan kamu. Terimakasih atas semua yang telah kamu berikan kepadaku.”
“Iya
sama-sama..”
“
Aku ingin bilang satu hal kepadamu.”
“Apa?
“
Aku mencintaimu, dan aku ingin kau menjadi pendamping hidupku.”
“Aku
tak tau harus menjawab apa?”
“Apa
kamu merasakan hal yang sama dengan apa yang kurasakan selama ini?”
“Aku
pernah dikecewakan dan itu sangat sakit, aku tidak mau terulang kembali. Di
terminal ini seseorang pernah berjanji, tapi apa janji tinggal janji.. dia
lebih memilih orang lain dari pada aku. Disini aku setia menunggu.”
“Aku
tidak akan membuatmu kecewa.”
“Aku
tidak akan memberikan jawaban apa-apa, kalau memang kamu menginginkanku untuk
menjadi pendampingmu, datanglah padaku secepanya. Aku tidak mau lagi menunggu.”
“
Baik aku janji.... setelah aku wisuda aku akan datang menjemputmu.”
Anton
pergi meninggalkan desaku, sebulan sudah kepergian Anton aku merasa gelisah
apakah Anton benar menginginkanku untuk menjadi pendampingnya.
Suatu
pagi hari aku sedang membersihkan rumah, kebetulan hari itu hari minggu.
Tiba-tiba ada mobil masuk kepekarangan rumahku. Aku kaget siapakah yang datang
kerumahku memakai mobil mewah itu. Aku memanggil Ibu dan Adik ku yang berada di
dapur. Aku keluar serambi membuka kan pintu karena ada yang mengucapkan salam.
Aku kaget ternyata Anton dan keluarganya datang bertandang kerumahku.
“Anton...”
“Aku
datang untuk meminangmu Uli, aku tepati janjiku.”
“Ini
Uli yang kamu ceritakan ?” Tanya Ibu Anton yang berpakaian seperti ibu pejabat.
“Iya
Bu...”
“Uli
kenapa tidak disuruh masuk?” Ibuku Menyadarkan dari lamunanku.
“Maaf...
silahkan masuk Pak,buk...”
“Iya...”
Setelah
semuanya duduk dan disuguhi minuman dan makanan apa adanya karena tidak
mempersiapkan apapun. Aku selalu memperhatikan keluarganya Anton, sepertinya
Anton dan keluarganya bukan dari kalangan orang biasa-biasa saja. Ibunya Anton
menyadarkan lamunanku dengan memulai percakapannya.
“Sebelumnya
kami minta maaf atas kedatangan kami yang mendadak tanpa beritahu terlebih
dahulu, karena kalau tidak begini bapak tidak bisa ikut karena tugas sebagai
Bupati. Maksud dari kedatangan kami kemari yaitu meminta Uli menjadi pendamping
Anton. Acara lamaran.”
“Sebelumnya
kami juga minta maaf atas kekurangan pelayanna kami kepada ibu sekeluarga, kami
disini sangat terkesan bapak bupati ke sini. Kalau masalah lamaran saya
menyerahkan saja pada Uli, karena Uli yang menjalankan kehidupan berumah
tangga.” Jawab Ibu.
“Bagaimana
nak?” Tanya Ibu Anton.
“Sa..ya..
terserah ibu saja.”
“Loh
kok terserah ibu?” Jawab Ibuku.
“Uli....
sekarang aku sudah berada disini, aku datang menjemputmu.” Anton menegaskan
keputusanku.
“
Iya... aku menerima lamaran ini. Tapi aku minta satu hal dari kamu.”
“Apa
?” Tanya Anton.
“Kamu
tau kalau aku hanyalah orang desa, aku hidup di keluarga yang sederhana. Aku
minta kamu bisa memahami keadaanku dan terima kekuranganku. “
“Aku
janji... aku akan menerima kekurangan dan kelebihanmu.”
“Ibu
tidak memandang siapa kamu, tapi yang ibu pandang adalah kebaikan dan
keikhlasan kamu menerima Anton. Dan bisa menerima Anton.” Jawab Ibu Anton.
Acara
lamaran sudah selesai, dan menetapkan tanggal pernikahan. Pernikahanku digelar
didesaku dengan sederhana, setelah itu acara resepsi pernikahan juga akan di
adakan di Bandung. Semua sudah dipersiapkan oleh keluarga Anton. Aku hanya
mempersiapkan diri untuk menjadi istrinya Anton, Nyonya Anton Barata anak
Bupati sekaligus Direktur Utama di sebuah perusahaan. Aku tidak menyangkan
semua akan terjadi seperti ini, ini bagaikan mimpi bagiku. Tak pernah aku
bayangkan selama ini akan mendapatkan suami seperti Anton karena selama ini
yang ada di dalam fikiranku hanyalah Rama.
Undangan
sudah aku sebar, bahkan aku mengirimkan undangan kepada Rama. Dua hari setelah
undangan aku berikan Rama mengirimkan surat untukku.
“ untuk Adinda Uli....
Aku senang mendengar kabar kalau
kamu akan menikah, dan kamu mengirimkan undangan kepadaku... aku sangat terharu
kamu masih menganggapku.
Aku
hanya bisa memberikan doa semoga kamu bahagia dengan kehidupanmu yang
sekarang... semoga kamu menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan
warahmah..... jodoh, rezeki dan maut sudah diatur oleh Allah, begitupun kita...
mungkin kita tidak berjodoh.... aku berharap kamu bisa memaafkan atas semua
kesalahanku yang telah menyakitimu dan mengecewakanmu... hapus semua masa lalu
yang pernah ada dan mencoba buka lembaran baru dengan kehidupan kita
masing-masing...
Aku
percaya kamu akan mendapatkan orang yang tepat dan jauh lebih baik dan lebih
bisa membahagiakanmu daripada aku....
Insya
Allah aku dan keluarga datang dalam acara pernikahanmu yang di adakan di
Bandung.
Salam Sayang dari
SahabatMu....
Rama...... “
Aku meneteskan air mata membaca surat Rama. Ini adalah
takdir yang harus dijalani. Aku menemukan Anton sedangkan Rama menemukan Sinta.
Aku berusaha memaafkan Rama. Sekarang aku sudah menjadi miliknya Anton.
Setelah menggelar pernikahan di desaku, aku mengajak
Anton ke Terminal.
“Kenapa kamu membawa aku kesini?”Tanya ANton
“Aku hanya ingin mengingatkanmu dimana kita pertama kali
bertemu, dan kamu bertanya padaku sedang apa aku di sini? “ Aku mengenang
pertama kali bertemu.
“ Dan aku menggodamu sambil bilang lagi menunggu
seseorang ya, kamu marah.”
“ Jujur aku memang menunggu seseorang tapi bukan kamu
yang aku tunggu, tapi kenyataannya malah sebaliknya ternyata selama ini aku
menunggu seseorang di terminal ini dan orang itu adalah kamu. Ku tunggu kau di
terminal ini .”
“ Dan aku pasti datang...” Anton memelukku.
Semua yang terjadi adalah kehendak dari Allah. Semua
perkara pasti ada hikmahnya. Jadi bersyukurlah kepada Allah apa yang telah dia
berikan pada kita. Karena itu adalah jalan yang terbaik untuk umatnya. Aku
sudah memaafkan Rama, mungkin ini adalah pelajaran bagiku. Aku berterimakasih
karena bisa bertemu dengan Anton. Percayalah Allah akan menunjukkan kasihnya
kepada Kita melalui jalannya.
Jika Allah
memberikan apa yang kita ininkan, maka itu lah yang terbaik untuk diri kita.
Tapi jika Allah tidak memberikan ingin kita, berarti itu bukan yang terbaik
untuk kita, dan Alalh telah mempersiapkan yang terbaik untuk kita. Dan jika
Alalh menunda keinginan kita, berarti belum saatnya kita menikmati itu, maka di
suruhlah bersabar. Percayalah Alalh mempunyai rencana baik, waktu yang tepat
bagi umatnya. Jadi selalulah bersyukur padanya.
The End
Tidak ada komentar:
Posting Komentar