waroengbacafidri

Senin, 07 Mei 2012

CerPen: Cinta Apa Adanya


Oleh : Fidri Yuliyana,A.Md(Fidri Candlelight)
Cinta Apa Adanya

            Aku tak pernah menyangka semua ini akan terjadi. Aku juga tidak menyangka dia mencintaiku seperti itu. Awal pertama bertemu aku sudah jatuh cinta padanya, begitupun dia, dia juga mencintaiku sama seperti aku mencintai dirinya. Perkenalan yang singkat, membuat aku tidak mengerti banyak tentang dirinya. Aku orangnya cemburuan, aku cemburu kalau cewek-cewek lain nempel dengannya. Aku tahu dia hanya membuat aku cemburu. Dia paling senang membuat aku cemburu.
            Suatu ketika kesabaranku habis, aku nggak masalah dia membuat aku cemburu. Tapi ini sudah kelewatan, dia bermain api dengan sahabatku sendiri. Ketika aku tanya mereka berdua hanya senyum-senyum. Hari itu juga aku memutuskan hubungan dengannya.
            “Sekali lagi aku tanya sama kamu, kamu suka sama Ine?” Tanyaku.
            “Cemburu ya...?” Godanya.
            “Okey... kalau kamu nggak mau jawab aku. Jangan pernah temui aku lagi.”
            “Sayang... dengerin aku dulu.”
            “Aku udah capek Rahes, kamu selalu membuat aku cemburu buta.”
            “Aku nggak maksud begitu. Aku sayang sama kamu.”
            “Sekarang kita jalan masing-masing dulu, aku mau intropeksi diri dulu.” Aku berlalu pergi...”
            “Ingka.....” Panggil Rahes. Aku tak menghiraukan dia. Aku kecewa dengan Rahes. Aku mau menenangkan fikiranku dulu, kebetulan aku libur kuliah selama dua bulan. Aku bisa pergi ke luar kota untuk refresing. Aku mengganti nomor handPhoneku, tak ada satupun yang tahu nomor Handphoneku selain keluarga.
            Aku menemukan hidupku yang baru, aku merasa tenang di kota ini. Aku memutuskan untuk pindah kuliah. Mamaku setuju, akupun mengurus surat kepindahanku ke kota ini. Aku mendapatkan teman-teman baru. Aku tidak tahu lagi kabar Rahes dan Ine, aku berusaha untuk melupakan Rahes. Memang sulit untuk melupakan orang yang dicintai.
            Berbulan-bulan aku tak mendnegar kabar Rahes, akupun sudah lupa dengan dirinya. Tapi entah kenapa aku tidak bisa mencari pengganti dirinya di kota ini. Aku nggak bisa menjalin hubungan dengan orang lain, aku terus merasa tidak ada kecocokan di antara mereka yang PeDeKaTe sama aku.
            Dua tahun sudah berlalu, aku telah di wisuda. Aku ingin mengabdikan diriku ke tanah kelahiranku. Aku kembali ke rumah orangtuaku. Kota yang telah lama aku tinggalkan. Ketika aku sampai dirumah karena lelah aku tertidur lelap. Ketika itu aku bermimpi Rahes datang kepadaku, memanggilku dan memelukku dengan erat. Tak ada kata hanya kehangatan cintanya yang kurasakan. Aku terbangun dari mimpi itu. Kenapa setelah sekian lama Rahes datang lagi dalam mimpiku.  Kenapa aku belum bisa melupakannya?.
            Ketika itu aku di ajak oleh sepupuku menemui pacarnya yang sedang dinas di Rumah Sakit jiwa. Sebenarnya aku takut sich, tapi sepupuku memohon untuk menemaninya.
            “Ingka, kali ini aja...Please.”
            “Iya dech... bawel.”
            Aku dan sepupuku telah tiba di Rumah Sakit Jiwa, aku merasa ngeri aja nanti ada orang gila yang menghampiriku. Aku sedikit takut. Aku  melangkahkan kaki masuk keruangan itu. Aku melihat banyak orang yang jiwanya terganggu berada di taman. Tapi aku menemukan sosok yang membuat aku penasaran. Dia sendirian menepi di taman, tak tampak seperti orang gila lainnya. Mataku masih tertuju kepadanya. Entah apa yang membuatku melangkahkan kakiku kearahnya.
            “Ingka, aku menemui riko dulu ya.” Sepupuku menyadarkanku.
            “Iya...” Jawabku. Aku terhenti sejenak memandangi dia dari belakang. Ketika itu aku di kejutkan oleh perawat yang ada disana.
            “Mau kemana dek?”
            “Maaf suster, saya mau....” aku gugup menjawabnya.
            “Kamu pasti melihat laki-laki yang duduk disana?”
            “I..ya...” Jawabku.
            “Dia sebenarnya tidak gila.”
            “Kalau tidak gila, ngapain disini?” Tanyaku keheranan.
            “Dia hanya depresi ringan. Dia di tinggal sama pacarnya.”
            “Ngeri juga ya suster.”
            “Iya... orangtuanya membawa dia kesini, karena kamarnya selalu berantakkan, kalau dia ingat pacarnya yang telah meninggalkannya. Dia merasa bersalah telah mengkhianati pacarnya, dan itu menimbulkan kejiwaannya sedikit terganggu. Orang tuanya sibuk dan tidak bisa mengurusinya.”
            “Apa bisa di sembuhkan suster?”
            “Bisa, kalau dia bisa mendapatkan maaf dari pacarnya, karena selama ini dia terbebani oleh perasaan bersalahnya. Dia selalu murung, kadang menangis sendiri. Untuk membujuknya makan susah sekali. Setiap hari dia hanya berdiam diri disana.”
            “Kasihan sekali....” Jawabku mengiba.
            “Iya, padahal dia ganteng loh... kamu mau lihat?”
            “Boleh... tapi dia nggak membahayakan saya kan?”
            “Tidak, tenang saja. Pasti dia hanya senyum setiap orang lain memandangnya, setelah itu memejamkan matanya lagi dan menangis. Sekarang saya harus membujuk dia supaya mau makan.”
            “Baik....” aku melangkahkan kakiku menuju arah lelaki itu bersama perawat yang membawa makanan untuk lelaki itu. Sepertinya aku mengenali sosok lelaki itu setelah aku semakin dekat. Perawat itu menepuk pundak lelaki itu, dan lelaki itupun terkejut dan menoleh ke belakang. Sungguh terkejut aku melihat siapa yang ada dihadapan aku ini. Tiba-tiba dia memegangi kepalanya yang terasa sakit dan berteriak-teriak. Aku ketakutan, tapi setelah itu Rahes tenang dan menatapku dengan lemah.Aku tak bisa berkata apa-apa, aku meneteskan air mata, sampai akhirnya dia memanggil namaku.
            “Ingka....” Panggilnya.
            “Ra... hes...” Jawabku tersedu-sedu.
            “Kalian sudah saling kenal?” Tanya Perawat itu.
            “Suster, bisa tinggalkan kita berdua disini?” Pinta Rahes.
            “Iya....tapi kamu tidka apa-apakan?” Perawat itu menjauhi aku dan Rahes, tapi aku tahu perawat itu mengawasiku.
            Aku terpaku memandang wajah pucatnya. Orang yang dulu aku cinta, mungkin sampai saat ini masih ku cinta kini berdiri dihadapanku di tempat yang menurutku aneh. Aku ingin bertanya kenapa dia bisa jadi begini. Tapi aku hanya bisa menangis dan trus menangis. Rahes memandangku dengan penuh cinta, dan menghapus setiap air mata yang jatuh di pipiku.
            “Jangan menangis, aku nggak apa-apa.”
            “A..ku... kenapa kamu jadi begini?” Tanyaku.
            “Maafkan aku Ingka...”
            “Apa ini semua karna aku?”
            “Sejak kamu memutuskan hubungan kita. Aku mencarimu, tapi aku tidak bisa menemukanmu, sejak saat itu perasaan bersalah ini muncul sampai aku tidak bisa mengendalikannya. Setiap orangtuaku bertanya aku selalu marah-marah dan melemparkan barang-barang dirumah. Sejak saat itu aku dimasukkan ke sini.”
            “Maafin aku Rahes...”
            “ Harusnya aku yang minta maaf Ingka, aku belum sempat menjelaskan tentang hubunganku dengan Ine.”
            “A...ku...”
            “Aku tahu, dulu kamu sakit hati.... aku tidak bermaksud untuk membuatmu cemburu. Aku dan Ine hanya berteman, kamu tahu kalau sekarang Ine sudah bertunangan dengan sepupuku.”
            “Belum...” Aku masih menangis.
            “Ingka.... maafkan aku.”
            “Rahes.....aku sudah memaafkan kamu.”
            “Mungkin setelah kamu memaafkanku, aku bisa menjadi lebih tenang.”
            Belum sempat aku bercerita dengang Rahes, Sepupuku datang bersama Riko.
            “Ingka.... kamu kenal dengan Rahes?” Tanya Riko.
            “Iya....”
            “Rahes... sepertinya kamu sudah sembuh...”
            “Iya dokter....”
            “Bisa tinggalkan kami berdua dulu?” jawabku.
            “Kalian ada masalah?” Tanya Riko.
            “Aku mau menyelesaikan semua yang tertunda.”
            “Baik...”
            Aku melanjutkan perbincangan yang sempat tertunda bersama Rahes. Aku menatap dia penuh dengan rasa cinta yang aku miliki. Aku mencintainya apa adanya.
            “Ingka.. apakah kamu sudah menemukan pendampingmu?” Tanya Rahes menyadarkanku.
            “Belum, entah kenapa aku tidak bisa melupakan sosok kamu dalam hidupku.”
            “Ingka... apa kamu masih mau denganku, sedangkan aku pernah berada di rumah sakit jiwa, dimana seluruh orang menyangka aku gila.”
            “Aku tak perduli kamu pernah di rumah sakit jiwa atau dimanapun. Yang aku tahu aku mencintaimu dan kamu mencintaiku.” Aku memeluk tubuh Rahes yang sudah agak kurus, aku merasakan dekapannya itu, bisikkannya. Apa yang terjadi pada mimpiku semalam, kini aku berhadapan dengan Rahes, memelukku dan mencium keningku. Ini kenyataan. Aku menyuapi Rahes, dan meminumkannya obat.
            Dia tertidur pulas dalam pangkuanku. Riko yang menangani Rahes menghampiriku bersama perawat dan sepupuku. Aku mengusap rambutnya, aku belai wajahnya, menandakan aku sangat merindukannya. Aku berharap rahes cempat sembuh.
            “Ingka... apakah kamu wanita yang selama ini membuat dia merasa bersalah?” Tanya Riko.
            “Iya Mas, aku juga nggak tahu kejadiannya akan seperti ini. menurut pantauan mas apakah Rahes bisa sembuh?”
            “ Rahes sebenarnya tidak gila, hanya dia depresi ringan ketika dia mengingat kesalahannya kepadamu. Dia akan berontak dan tidak bisa dikendalikan. Selama dua tahun belakangan ini dia berada disini, orangtuanya sibuk sehingga jarang sekali menjenguknya.”
            “Mas, Rahes bisa sembuhkan?”
            “Seperti yang mas bilang, Dia sudah sembuh.”
            “Rahes bisa pulang kan mas?”
            “Bisa, nanti kita akan menghubungi orangtuanya dulu, dan setelah itu di cek kesehatannya. Dan kalau semuanya sudah beres, bisa dibawa pulang.”
            “Mas tolongin aku ya...”
            “Iya.. pasti.”
            Keesokan harinya, aku menjemput Rahes bersama orangtuanya. Semua prosedur sudah dilalui, kesehatan sudah di cek dan hasilnya seratus persen sudah sembuh. Rahes di perbolehkan pulang. Aku tidak pernah menyangka kalau cinta Rahes terhadapku begitu besar. Aku juga tidak menyangka kenapa selama ini aku bertahan dengan status jombloku, apakah ini juga karena aku mencintai Rahes.
            Biarlah orang lain berkata apa tentang Rahes. Yang pasti aku mencintai Rahes apa adanya dia, dan hatiku telah memilihnya. Dia berada di tempat itu adalah sebuah keadaan. Aku tulus mencintai Rahes.
            “Makasih kamu sudah mendampingi aku...”
            “Iya...”
            “Terimakasih kamu sudah tulus menyayangiku.”
            “Iya...”
            ‘Terimakasih kamu...”
            “Iya...” Jawabku memotong pembicaraan rahes.
            “Memangnya kamu tahu apa yang akan aku katakan?”
            “Tahu....apa yang kamu rasakan aku juga dapat merasakannya.”
            “Sok tau.....makasih kamu sudah mencintai aku.”
            “Iya sayang...”
            Membutuhkan keberanian dan kekuatan untuk mengakui aku mencintai Rahes. Keteguhan hatiku telah membunuh semua asumsi semua orang kepada Rahes. Cintailah seseorang dengan tulus, meskipun ada kisah di masa lalu yang sulit untuk di terima. Kini aku tahu mencintai itu seperti apa, menerima seseorang apa adanya tanpa memandang siapa dia. Rahes I Love You.

The End....
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar