waroengbacafidri

Kamis, 19 April 2012

CerPen : PENGORBANAN DEMI ORANG YANG DI SAYANG


Oleh : Fidri Yuliyana,A.Md ( Fidri Candlelight)
PENGORBANAN DEMI ORANG YANG DISAYANG

            Cuaca hari itu sangat panas sekali, hingga membuatku tidak konsen mendengarkan pelajaran yang diberikan oleh guru bahasa inggris. Jam sudah menujukkan angka 13.00wib, dan sebentar lagi lonceng akan berbunyi, menandakan pelajaran telah usai. Ternyata benar...lonceng telah berbunyi.... Teng...teng...teng.... aku bersiap-siap untuk segera pulang, semua buku-buku ku tutup dengan rapi dan aku masukkan ke dalam tas lusuhku. Kotak nasi dan tempat minumku juga sudah aku masukkan.
            Aku melangkahkan kakiku untuk pulang, sahabatku namanya Mimi sedang piket sendirian aku menawarkan pulang bareng.
            “Mi... pulang bareng yuk.”
            “Maaf Di, aku pulang jalan kaki aja.”
            “Kenapa?” Tanyaku lagi.
            “Aku nggak punya ongkos untuk pulang, uang jajanku habis,setelah bayar uang LKS.”
            “Owh...” aku merogoh kantong celanaku, uangku hanya bersisa 500,- untuk ongkos aku hari ini. Aku berfikir keras, akhirnya aku meutuskan pulang dengan berjalan kaki.
            “Kamu nggak pulang Di?” Tanya Mimi kepadaku, hingga aku tersentak dari lamunanku.
            “Aku pulang bareng sama kamu, aku jalan aja. Ternyata uangku tidak cukup untuk naik angkot.” Aku sedikit berbohong kepada Mimi, karena aku kasihan melihat dia sendirian pulang.
            “Owh... begitu, ya udah. Tunggu bentar ya. Aku siapain dulu menyapunya.”
            “Okey dech...” Jawabku sambil beranjak ke luar kelas.
            Mimi akhirnya selesai juga menyapu lantai kelas. Aku dan Mimipun pulang dengan berjalan kaki, membutuhkan waktu dua puluh menit untuk sampai kerumah. Aku lelah setelah sampai dirumah.
            “Dian, kenapa kamu pulang lama sekali?” Tanya Ibuku.
            “Aku pulang jalan kaki Bu.”
            “Lho...kenapa? apa uang jajanMu sudah habis?”
            “Nggak...masih ada kok, pengen jalan kaki aja biar ngirit.” Jawabku dengan senyuman.
            “Soalnya kakak Mu sudah dari tadi pulangnya.” Jawab ibu lagi dan terus berjalan masuk kedalam rumah.
            Aku membuka sepatu, dan melepaskan kaos kakiku. Aku masuk menuju kamar. Kakakku sudah berada di kamar, dia menegurku.
            “Tadi pulang jalan kaki ya?”
            “Iya...” jawabku.
            “Uang jajannya bersisa donk.”
            “Alhamdulillah untuk di tabung.”
            “Owh...” jawab kakakku pendek. Setelah aku mengganti pakaianku, aku bergegas ke kamar mandi untuk wudhu. Aku melaksanakan shalat dzuhur. Setelah selesai aku merogoh sakuku, ternyata uang ku 500,- sudah lenyap entah kemana. Aku memandangi kakakku yang sedang tertidur. aku menepis kalau dia yang mengambilnya, mungkin saja tadi terjatuh ketika berjalan pulang. Mungkin nggak rejeki kali ya.
            Keesokan harinya, aku diberikan oleh Ibu uang jajan perminggu, 15.000,- perminggu. Aku diberikan sama dengan kakakku. Uang jajan itu sudah lumayan untukku, aku bisa menabung setidaknya 5.000,- seminggu karena kebetulan aku bawa bekal kesekolah, ongkos pulang pergi hanya 1000,- .
            Aku masih menemani Mimi pulang dengan jalan kaki, dengan begitu sisa uangku masih banyak, karena Mimi tidak mau aku bayari untuk pulang dengan angkot. Uangku aku simpan di dompet di dalam lemari. Aku tidak menyangka, kecurigaanku selama ini benar, uangku selalu berkurang karena kakakku yang mengambilnya. Aku memergokinya sedang mengambil uangku di lemari.
            “Kak...”
            “Apa ?” Jawab Kakakku dengan berangnya, karena malu ketahuan mengambil uangku.
            “Ambil apa?” Tanyaku lagi, pura-pura tidak tahu.
            “Awas ya, kalau ngadu sama Ibu...” Kakak mengamcamku, dan berlalu pergi. Aku langsung melihat ke dompetku, ternyata sisa uangku 2.500,- dan itu cukup untuk ongkos kesekolah selama lima hari kedepan. Aku hanya bisa terdiam, dan menangis tersedu-sedu.
            Kejadian itu berlangsung setiap minggu ketika ibu memberikan uang jajan perminggu pada hari senin. Aku sudah menyimpan uang itu jauh dari  perkiraan kakakku, tapi tetap saja bisa di ambil. Kakakku bilang, uang jajannya tidak mencukupi sekolahnya yang sudah kelas tiga, karena ada pelajaran tambahan. Akhirnya aku mengalah, aku kesekolah dengan membawa uang 500,- sehari untuk ongkos pergi ke sekolah, untuk pulang aku bisa berjalan kaki dengan Mimi.
            Ketika itu di kelasku, mengadakan pergantian perangkat kelas. Dan aku di tunjuk sebagai bendahara. Aku kaget sekali, karena aku memikul uang kas kelas aku yang pegang. Aku sempat menolak, tapi suara yang diperoleh membuat aku terpilih, mau tidak mau aku siap menjadi bendahara kelas.
            “Selamat ya Di.”
            “Makasih ya Mi.”
            Hari itu hari pertama aku menjadi bendahara, minggu pertama teman-teman membayar uang kas. Aku menyimpan uang kas sebaik mungkin, kakakku juga tidak mungkin mengambil uang itu, karena itu uang sekolah. Memang benar dia tidak mengambil uang itu, berlangsung sampai libur semester.
            Semester satu sudah berlalu, kebiasaan dirumah, kalau libur uang jajan juga libur. Aku tidak masalah dengan itu, kakakku jadi masalah buatnya. Dia meminta kepadaku untuk meminjam uang kas kelasku.
            “Dian... pinjam uang kasnya donk.”
            “Nggak mungkin kak, ini uang sekolah.”
            “Pelit banget sich jadi orang.”
            “Kalau gitu, tabungan kamu mana?”
            “Tabungan yang mana lagi kak.?”
            “Kan setiap minggu Ibu kasih uang jajan, masa nggak punya tabungan sich.”
            “Kan semua uangnya udah kakak ambil.”
            “Pelit banget sich, ntar uangnya hilang loh.”
            Aku menahan penderitaan ini, aku merasa sedih dan kecewa. Kalau aku bilang sama Ibu, pasti Ibu akan memarahi kakak, tapi kalau nggak di bilang kakak pasti akan begini terus. Aku dilema jadinya, aku bagaikan buah simalakama. Selama libur aku tidak pernah mengecek uang kas sekolah di dalam tasku. Senin sudah masuk sekolah lagi. Malam harinya aku menghitung uangku, dan ternyata uang kas ku Cuma tinggal 10.000,- dan hilang 50.000,- aku menangis dan menanyakan kepada kakakku.
            “Kak, uang kas ku kakak ambil ya?”
            “Pinjam, bukan ambil. Besok dicicil dech. Besok kan Ibu ngasih uang jajan.”
            “Awas ya kakak, kalau nggak di ganti.”
            “Iya... bawel, awas ya kalau bilang sama Ibu.” Ancam kakakku.
            “Iya, asalkan kakak mau balikin uangnya ya.”
            Hari senin telah tiba, pertama masuk sekolah setelah libur panjang. Saat itu pelajaran Bahasa Indonesia, kebetulan walikelas yang mengajar pelajaran itu.
            “Dian, bisa ke depan sebentar.”
            “Ya buk...”
            “Uang kas udah berapa?”
            “Sebentar bu, saya cek dulu.Hmmm 60.000,- Buk.”
            “Ada bawa uangnya semua?” Tanya Walikelasku
            “Hmmm... nggak bu, uangnya tinggal dirumah, saya hanya bawa 10.000,-.”
            “Minggu depan kamu bawa ya uangnya.”
            “Iya Buk...” JawabKu gugup.
            Sepulang sekolah, aku bicara dengan kakakku.
            “Kak, walikelas aku minta uang kas senin depan.”
            “Yach, uang kakak belum cukup.”
            “Adanya berapa?”
            “Cuma 10.000,- “
            “Ya udah, nggak apa-apa.” Aku mengambil uang itu dari tangan kakakku. Aku memikirkan dari mana uang 40.000,- lagi aku dapatkan. Kalau di tambahkan uang jajanku 10.000+12.500= 22.500 sedangkan uang yang terpakai 50.000 jadi yang harus di cari 50.000-22.500= 27.500. aku pusing memikirkan dari mana uang yang akan diambil untuk mencukupi. Minta sama Ibu atau Ayah itu nggak akan mungkin.
            Ketika itu aku memberitahukan masalah ini kepada Mimi, Mimi memberikan bantuannya dengan memberikan seluruh uang jajannya, aku sangat terharu ketika Mimi menawarkan itu, sedangkan aku tahu, mimi tidak mempunyai uang jajan yg lebih. Tapi demi menolongku dia rela memberikan kepadaku. Aku menolak pemberiannya dan ketika itu dia mengusulkan aku untuk berjualan saja di kelas. Tanpa sepengetahuan orangtuaku, aku berjualan di kelas, aku mengambil dagangan dari kakak sepupuku. Aku berjualan risol, pastel, tahu, dan kacang di dalam kelas. Mudah-mudahan bisa mencukupi uang yang terpakai. Ternyata aku bisa mengumpulkan uang 15.000,-. Dan jika di tambahkan 22.500+15.000=37.500 dan kekurangannya tinggal 12.500, dan cukup jika senin depan Ibu memberikanku uang jajan.
            Hari seninnya walikelas memanggilku meminta uang kas. Aku memberikan uang kas yang diminta Walikelas dan memberitahu kepada Walikelas keberatanku untuk menjadi bendahara. Aku pindah tangankan bendahara kepada Mimi dengan alasan yang sebenarnya tidak masuk akal. Tapi alhamdulillah walikelasku paham dengan keadaanku. Sekarang aku sudah terlepas dari satu masalah, aku tidak lagi menjabat sebagai bendahara, dan kejadiaan ini tak akan terulang kembali.
            Seusai pulang sekolah, tiba-tiba hujan turun dengan deras sekali. Mimi mengajakku pulang dengan naik angkot. Aku menghitung uang jajanku, kalau aku sekarang pulang naik angkot, hari sabtu aku tidak bisa pergi kesekolah naik angkot,dan pasti ibu bertanya kepadaku. Mimi juga tidak bisa meminjamkan uang nya karena uang Mimipun hanya tinggal 500,- untuk ongkos pulang.
            “Mi kamu duluan aja.”
            “kamu gimana Di?”
            “Nggak apa-apa, nanti kalau udah reda aku akan pulang berjalan kaki.”
            “Nggak mungkin Di, hujannya akan turun lama.”
            “Tapi aku...”
            Mimi tahu dengan masalah yang tengah aku hadapi. Aku selalu kekurangan uang jajan. Akhirnya Mimi memberikan usul kepadaku.
            “Di, kita pulang jalan kaki aja ya.”
            “Kamu pulang aja dengan angkot mi, aku nggak apa-apa kok.”
            “nggak apa-apa, kita pulang yuk...” Ajak Mimi.
            Akhirnya aku dan Mimi pulang di tengah guyuran hujan, aku dan mimi seperti anak kecil yang tengah mandi hujan. Mimi memang sahabatku yang terbaik, mengeti dengan keadaanku. Mimi menghargaiku, karena aku sering menolongnya, ketika aku ada uang jajan lebih aku mengajaknya untuk pulang bareng naik angkot. Semua basah, buku-bukuku basah,sesampai dirumah aku takut di tegur oleh Ibu, ternyata dugaanku benar.
            “Dian... kenapa nggak naik angkot aja, kan hujan.”
            “Tadi, Mimi berjalan sendirian.”
            “Kalau Mimi nggak punya uang untuk ongkos, kamu kan bisa ongkosin dia.”
            “Iya Bu...”
            “Jangan ulangi lagi ya.”
            “Iya Bu...” padahal Mimi yang menemaniku hujan-hujan karena nggak punya uang, maaf kalau aku tidak jujur Bu.
            Aku kedinginan, aku mengigil tapi di depan Ibu aku baik-baik saja. Aku menangis tersedu. Kakakku masuk kekamar.
            “Kenapa?”
            “Nggak ada..”
            “Jangan Bohong, tadi kenapa nggak naik angkot pulangnya, udah tahu hujan deras.”
            “Nggak punya ongkos untuk pulang.”
            “Memangnya uang jajan yang di kasih Ibu kemana?”
            “Bayar uang kas yang terpakai oleh kakak.”
            “Maafin kakak ya dek...” kakakku menangis, aku tidak tega untuk marah kepadanya. Aku menyayangi kakakku. Aku hapuskan semua tentang kakakku, tidak apa-apa kalau aku harus kehujanan demi kakakku bahagia.
            Mungkin dengan kejadiaan ini, aku bisa melihat siapa sahabat yang selalu berada di sisiku, ketika aku sedih maupun senang. Bulan depan Mimi Ulang tahun, aku sudah berniat memberikannya kado. Uang tabunganku sudah tidak ada, aku  melanjutkan berjualanku untuk membelikan Mimi Kado.
            “Di, kok masih jualan?” Tanya Mimi padaku.
            “Pengen nabung aja.” Aku berbohong sedikit.
            “Owh....”
            Selama sebulan tabunganku terkumpul, dan cukup untuk membelikan Mimi hadiah. Agar uangnya aman, aku menitipkan pada Mimi.
            “Mi aku nitip tabunganku ya. Bulan depan aku ambil”
            “Boleh..” Jawab Mimi
            Jadi setiap hari untungnya aku titip sama Mimi. Mimi memang sahabat terbaikku. Aku membelikan kado yang dia butuhkan. Berjuang mendapatkan membelikan kado untuk sahabat terbaikku, tak ada masalah. Mimi selama ini ingin memiliki kotak pensil yang lengkap seperti yang aku punya. Aku terharu saat dia memegang kotak pensilku yang di belikan oleh Ibu.
            “Di... belinya berapa nich???”
            “Kenapa?” Tanyaku.
            “Bagus banget.”
            “Itu Ibu yang belikan, aku nggak tau. Kamu suka?”
            “Iya, tapi aku nabung dulu dech untuk beli ini.”
            “Iya...”
            Uangku sudah terkumpul, dan cukup untuk membelikan kotak pensil itu. Aku mengambil uang tabunganku pada Mimi. Besok Mimi Ulangtahun, kadonya harus ada besok. Aku mencari kotak pensil itu di pasar, tempat Ibu membelinya. Untung saja masih ada tersisa satu. Aku pulang dengan membawa kotak pensil keinginan Mimi dan membungkusnya.
            Keesokan harinya, pagi-pagi aku sudah kesekolah. Aku sengaja datang lebih pagi. Aku menyiapkan kejutan buat Mimi. Aku membelikan kue kering yang aku susun membentuk sebuah kue ulang tahun, karna aku nggak bisa membelikan Mimi kue ulang tahun yang lebih bagus.
            Murid-murid sudah datang, tapi Mimi belum juga kelihatan. Mimi sering telat karena dia ke sekolah jalan kaki. Ketika aku melihat Mimi dari kejauhan aku menyiapkan kejutan itu.
            “Selamat ulang tahun, kami ucapkan...” Aku menyanyikan selamat ulang tahun buat Mimi, dan teman-teman yang ada dalam kelas ikut menyanyikan  lagu itu.
            “Dian... aku terharu.”
            “Tiup lilin dulu.” Kataku, Mimi meniup lilinnya dan memelukku.
            “Mi, selamat ulang tahun ya, dan ini buat kamu.”
            “Apan ini Di?”
            “Buka aja, mudah-mudahan kamu suka.” Aku memberikan kotak itu pada Mimi
            “Aku buka yach.” Mimi membuka kado itu, dan terbelalak saat melihat kadonya.” Dian....a..ku.” Mimi terbata-bata karna haru.
            “Kamu suka?”
            “Iya Di, jadi selama ini kamu menabung...?”
            “Iya Mi... aku ingin memberikan kado terindah untuk sahabatku.”
            “Makasih Di.”
            “Iya..”
            Semua teman-teman mengucapkan selamat ulangtahun kepada Mimi, aku bahagia sekali melihat kebahagiaan Mimi mendapatkan sesuatu yang dia inginkan. Mungkin hanya ini kado yang mampu aku belikan buat Mimi. Semoga bermanfaat. Kado terindah untuk sahabatku. Wish you All the best. Pengorbanan Mimi belum sebanding dengan apa yang aku berikan, aku bersyukur punya sahabat sebaik Mimi yang selalu mendukung aku.

           
           
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar